Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah mengadakan perbandingan antara syari’at dan undang-undang dinilai sebagai pelecehan terhadap syari’at?
Jawaban:
Bila perbandingan itu dilakukan untuk tujuan yang baik, seperti tujuan menjelaskan keuniversalan syari’at, posisinya yang tinggi, keunggulannya atas undang-undang buatan manusia dan cakupannya terhadap kemashlahatan umum; maka hal itu tidak apa-apa karena di dalamnya terdapat unsur menampakkan kebenaran, upaya membuat para penyeru kebatilan puas dan menjelaskan kepalsuan statement-statement mereka di dalam mengajak kepada pemberlakuan undang-undang tersebut, ajakan kepada anggapan bahwa zaman sekarang ini tidak relevan lagi untuk penerapan syari’at atau sudah dimakan zaman. Jadi, tidak ada larangan untuk mengadakan perbandingan antara syari’at dan undang-undang buatan manusia, bila tujuannya baik, untuk menjelaskan hal yang dapat membungkam mereka dan kebatilan yang sedang mereka lakukan serta agar hati-hati kaum mukminin menjadi tenteram dan mantap di atas al-Haq. Akan tetapi hal itu dilakukan bila melalui perantaraan ulama yang mumpuni dan dikenal sebagai orang-orang yang memiliki aqidah yang benar, berkelakuan baik dan memiliki keluasan ilmu di bidang ilmu-ilmu syari’at dan tujuan-tujuannya yang agung.
[Majalah Al-Buhuts, edisi XXVII, Dari fatwa Syaikh Ibn Baz]
KLAIM PAN ARABISME
Samahatusy Syaikh (Ibn Baz) telah menjelaskan pandangan agama yang final terhadap klaim-klaim terselubung yang mengajak perlunya menjadikan Pan Arabisme menggantikan posisi Islam dan menempatkan ikatan kesukuan sebagai pengganti ukhuwwah Islamiyyah. Yakni, ketika beliau berkata :
“Sukuisme, Pan Arabisme, sosialisme dan komunisme ini merupakan seruan-seruan batil. Semuanya adalah klaim-klaim batil dan sentimen-sentimen Jahiliyah yang wajib dibabat habis. Ia sama sekali tidak boleh eksis. Oleh karena itu, wajib bagi para tokoh, pemuka dan ulama negeri ini untuk memerangi seruan-seruan ini. Pan Arabisme hanya pelayan bagi syari’at Allah bukan merupakan sesuatu yang fundamental di mana dituntut untuk berhimpun di sekelilingnya. Al-Qur’an turun dengan bahasa Arab agar mereka (bangsa Arab) melaksanakan hukum Allah dan melayani syari’atNya sesuai dengan bahasa dan kekuatan yang Allah anugerahkan kepada mereka. Sedangkan mereka itu sendiri, tidaklah ada apa-apanya tanpa Islam dan tanpa berhukum kepada Islam. Mereka dulunya umat yang tercerai-berai dan berada di dalam klimaks kebodohan, pertarungan sesama dan perselisihan, lalu Allah mempersatukan mereka melalui Islam dan Al-Qur’an serta mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan melalui kebangsaan Arab mereka. Bilamana mereka menyia-nyiakan hal ini, maka mereka pasti akan menjadi orang-orang yang sia-sia dan binasa.”
[Ibn Baz ad-Da’iyah al-Insan, Mu’assasah ‘Ukazh Li ash-Shahafah wa an-Nasyr, hal.66]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
@Sumber : Almanhaj.or.id
Post a Comment