Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr -hafizhahullah- (seri 9)

Posted by As Salam41

[dikutip dari buku : “DARI MADINAH HINGGA KE RADIORODJA”

(Mendulang Pelajaran Akhlak dari Syaikh Abdurrozzaq Al-Badr, hafizhahullah)

Oleh: Abu Abdil Muhsin Firanda]

Nasehat 4 mata yang sangat berharga

Setelah sarapan sang pemilik hotel ingin berbicara 4 mata dengan syaikh dan aku sebagai penerjemah. Syaikhpun bersedia. Kami bertigapun duduk di pojok lobi, ternyata pemilik hotel ini ingin menyampaikan rasa terima kasih beliau terhadap dakwah syaikh yang penuh barokah. Dan dia sangat terpukau dengan cara syaikh dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk dari para pendengar radiorodja, yang jawaban syaikh penuh dengan kelembutan dan hikmah. Pemilik hotel ini juga mengeluh dengan kondisi sebagian ustadz yang agak keras, bahkan dia bercerita baru saja dia menghadiri walimah dan ia bertemu dengan salah seorang ahlul bid’ah yang sesat akan tetapi ia –dan juga para hadirin- terpukau dengan keramah-tamahannya. Tatkala bertemu dengannya sang ahlul bid’ah ini langsung memeluknya dan menanyakan kabar keluarganya dan yang lain-lain, yang semuanya benar-benar menyentuh hati. Pemilik hotel ini berkata, “Coba kalau para ustadz Ahlus Sunnah juga demikian?”. Syaikh lalu mengomentari perkataan pemilik hotel ini seraya berakta, “Sesungguhnya Allah telah berfirman

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
(QS Ali ‘Imron : 159)

Kalau nabi bersikap keras tentunya para sahabat akan lari meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara yang menunjukkan keagungan akhlak nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika beliau menaklukan kota Mekah (Fathu Makkah). Tatkala itu Nabi memasuki kota Mekah dengan menundukan kepalanya. Ini menunjukan sikap tawadhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  yang luar biasa. Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diusir oleh kaumnya dari kota Mekah dengan paksa, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah sekian lama terusir akhirnya kembali menaklukan kota Mekah. Kalau kita yang berada di posisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mungkin kita sudah sangat sombong dan menunjukkan kemarahan kita terhadap orang-orang yang dahulu mengusir kita. Mungkin kita akan berkata, “Wahai kaum yang telah mengusirku, sekarang aku kembali dan menaklukkan kalian”. Bahkan bisa jadi kita membalas dendam. Akan tetapi Nabi tidak demikian, bahkan beliau memasuki kota mekah dengan penuh ketenangan sambil menundukkan kepala beliau penuh dengan sikap tawadhu. Setelah itu Abu Bakr menemui Nabi sambil membawa ayah beliau Abu Quhaafah –yang tatkala itu sudah sangat tua dan masih musyrik-. Maka Nabi berkata kepada Abu Bakr,

لَوْ أَقْرَرْتَ الشَّيْخَ فِي بَيْتِهِ لَأَتَيْنَاهُ

“Kenapa kau tidak biarkan syaikh (ayahmu) tetap di rumahnya dan biar saja aku yang mendatanginya?”
(HR Ahmad no 12633 dan Ibnu Majah no 3624 dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam ash-Shahihah no 496).

Lihatlah bagaimana tawadhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang tua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terusir dari kota Mekah dan kembali menaklukkan kota Mekah sama sekali tidak membenci orang-orang musyrik yang dahulu memusuhinya, bahkan dengan rendah hati berkata kepada Abu Quhaafah yang masih musyrik dengan perkataan tersebut “Biarkan aku yang ke rumahnya, bukan ia yang datang menemuiku”. Sungguh tawadhu yang luar biasa.

Setelah mendengar ucapan tersebut maka masuk islamlah Abu Quhaafah. Subhaanallah karena perlakuan dan sikap yang penuh kelembutan dan tawadhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam iapun masuk Islam”, Syaikh berkata juga, “Jika kita berakhlak baik terhadap orang yang menyelisihi kita, maka akan membuat ia terpaksa mendengar perkataan kita”.

Setelah pertemuan 4 mata tersebut kamipun kembali ditemani oleh sang supir yang setia untuk berjalan-berjalan membeli hadiah buat keluarga syaikh. Sekali lagi kami kembali pergi ke pasar Tanah Abang. Di sana syaikh membeli 5 buah jam dinding berbentuk kapal dan jangkar yang terbuat dari kayu. Memang cukup indah jam tersebut. Masing-masing harganya sekitar 300 ribuan rupiah setelah ditawar oleh syaikh. Syaikh sempat berkata kepadaku, “Insyaa Allah keluargaku dan anak-anakku akan senang dengan jam dinding ini yang modelnya antik, dan hadiah seperti ini akan bertahan lama, dan dipajang di ruangan. Lagian aku akan mencandai mereka, aku akan berkata bahwasanya jam ini tadinya harganya 450 ribu akhirnya setelah tawar harganya jatuh menjadi 300 ribu tanpa aku sebutkan rupiah agar mereka mengira 300 ribu real (=750 juta)”

Cara jitu syaikh agar uangnya diterima oleh si supir (donatur radiorodja)

Setelah itu kamipun kembali ke hotel siap untuk berangkat menuju bandara cengkareng. Ditengah perjalanan syaikh memberikan uang kepada sang supir ongkos biaya belanjaan selama dua hari, karena selama belanja yang bayar adalah sang supir. Namun sang supir menolak seraya berkata, “Aku juga ingin dapat pahala, ingin memberikan hadiah kepada syaikh, kalau syaikh kan udah banyak amalannya, adapun aku tidak punya amalan, jadi biarlah ini hadiah dariku buat keluarga beliau”. Sang supir –dengan penuh tawadhu’nya- menolak menerima uang dari syaikh. Namun syaikh punya cara agar bisa membuat sang supir menerima uang tersebut. Syaikh berkata, “Wahai abu fulan (sang supir), tatkala pulang ke madinah aku ingin kabarkan kepada anak-anakku bahwa hadiah ini aku yang belikan buat mereka, agar mereka senang terhadap perhatian ayah mereka. Tapi kalau ternyata yang bayar engkau berarti aku tidak jujur terhadap anak-anakku”. Akhirnya dengan berat hati sang supir menerima uang 2000 real tersebut. Lihatlah bagaimana cara syaikh agar sang supir tetap menerima uang tersebut namun tidak tersinggung.

Tatkala kami selama di perjalanan bersama sang supir beberapa kali sang supir meminta nasihat kepada beliau, dan sesungguhnya nasihat syaikh kepada sang supir sangatlah bagus-bagus. Kalaulah bukan karena nasihat tersebut berkaitan dengan kepribadian sang supir, mungkin akan aku sampaikan di sini. Hanya saja rahasia tetap harus di jaga.

KEMBALI KE KOTA SUCI MADINAH

Minta sebuah pena

Setelah bersiap-siap di hotel dan makan siang kami langsung beranjak menuju ke Bandara Cengkareng. Tatkala meninggalkan hotel beliau mengucapkan selamat tinggal kepada pemilik hotel, kemudian beliau mengeluarkan sebuah pena dan berkata kepada pemilik hotel, “Pena saya hilang, dan saya menemukan pena ini di kamar hotel, boleh saya pakai?”. Serta merta saja sang pemilik hotel berkata, “Silahkan ya syaikh silahkan ya syaikh”. Ini kelihatannya perkara sepele hanya sebuah pena, akan tetapi bagi syaikh itu bukan sepele, beliau harus tetap minta izin karena pena tersebut milik orang lain. Bisa saja kalau kita nganggap sepele maka akan datang syaitan dan berkata, “Ambil saja pena itu, itukan sarana yang diberikan pihak hotel kepada penghuni kamar sebagaimana pihak hotel menyediakan sabun dan shampoo”.

Kamipun naik mobil menuju bandara. Syaikh mengeluarkan uang sejumlah 500 real lalu berkata kepadaku, “Firanda jangan lupa berikan uang ini ke si fulan (ahli herbal), usahakan dia untuk menerima uang ini bagaimanapun caranya, karena kemungkinan dia akan menolaknya”. Di tengah perjalanan ada seorang ikhwan yang menelponku meminta izin agar syaikh mau mendoakan anak-anaknya di bandara, dan dia akan membawa anak-anaknya di bandara. Tatkala kami sampai di bandara nampak beberapa ikhwan yang sudah menunggu, diantaranya ikhwan yang tadi minta anak-anaknya didoakan. Akupun mengabarkan hal itu kepada syaikh, maka beliaupun memegang kepala anak ikhwan tersebut dan berdoa kepada Allah agar menyembuhkan anak tersebut, demikian juga syaikh diminta untuk mendoakan anaknya yang lain agar menjadi anak sholeh. Maka syaikh pun mendoakan anak tersebut. Di bandara kamipun bertemu dengan si ahli herbal, maka tatkala syaikh menjauh bersama ikhwan-ikhwan yang lain akupun memberikan uang tersebut kepada si ahli herbal, maka seperti sudah kuduga iapun menolak dengan keras sambil berkata, “Aku sudah senang sekali bisa mengkhidmah syaikh, dan aku tidak pingin uang tersebut”. Akupun tetap berusaha keras untuk memasukkan uang tersebut ke kantongnya, akan tetapi diapun berusaha keras untuk menolaknya, seakan-akan kami sedang bertengkar. Maka masih ada satu jurus yang aku yakin bisa menjatuhkan ahli herbal ini, maka akupun berkata kepadanya, “Ini hadiah dari syaikh, dan bukan ongkos mijit. Bukankah Nabi tidak menolak hadiah?”.  Mendengar perkataanku ini iapun luluh dan menerima uang tersebut.


Semakin ‘alim semakin semangat belajar

Setelah itu kamipun masuk ke ruang tunggu. Setelah kami memasuki ruang tunggu, ternyata petugas Saudi Airlines mengabarkan bahwa pesawat delay selama dua jam. Akhirnya kamipun duduk menunggu. Beliau kemudian berkata kepadaku, “Firanda, engkau punya uang?, aku mau pinjam. Soalnya uangku sudah habis”. Aku katakan, “Uangku ada syaikh”. Beliau kemudian meminjam uang senilai 1 juta rupiah, yang satu juta ini senilai 400 real. Beliau lalu berkata kepada, ” firanda, aku lupa, anakku yang paling kecil Abdul Aziz belum aku belikan hadiah”. Beliaupun keluar dari ruang tunggu, kemudian kira-kira satu jam kemudian beliau kembali sambil membawa sekantong hadiah buat putra bungsunya Abdul Aziz. Kamipun masih menunggu jadwal keberangkatan, aku melihat syaikh membuka buku dan belajar, sambil memberi catatan2 kecil di buku tersebut. Ternyata aku baru sadar itulah kenapa beliau meminta pena dari hotel, ternyata untuk belajar selama dalam perjalanan.

Batinku berkata, “Ternyata semakin tinggi ilmu seseorang semakin semangat belajar, bahkan di tengah keramaian seperti bandara, beliau tetap belajar dan memanfaatkan waktu”.

Akhirnya pesawat berangkat, dan pertama kali pesawat transit adalah di bandara singapura. Para penumpang diminta untuk turun dari pesawat dan membawa seluruh barang bawaan. Kamipun keluar dari pesawat, beliau langsung mencari musholla. Lalu kamipun sholat magrib dan isya jama’ ta’khiir. Selepas sholat, aku minta izin ke syaikh untuk ke kamar kecil. Tatkala aku balik ke musholla aku mendapati beliau sedang sholat, rupanya beliau sedang sholat witir. Setelah itu kamipun kembali naik ke pesawat untuk melanjutkan penerbangan.

Sempat aku menuju ke bagian depan pesawat untuk ke kamar kecil, ternyata aku melihat syaikh tidak tidur akan tetapi beliau sedang membaca sebuah buku. Subhaanallah di pesawatpun beliau belajar!!.

Akhirnya kami masih transit untuk ke dua kali di Riyadh, dan akhirnya kamipun tiba di bandara Jeddah. Dan tatkala di Jeddah kami harus mengambil barang bagasi, tatkala aku sedang mengambil bagasi ternyata aku baru sadar bahwa tiket pesawat dari Jeddah ke Madinah -milik kami berdua- yang aku bawa, ketinggalan di pesawat. Sementara keberangkatan dari Jeddah ke Madinah tinggal sekitar 20 menit lagi. Akhirnya aku agak kawatir (takut kena marah syaikh), karena sulit lagi untuk kembali ke pesawat dan waktunya tidak akan terkejar. Akhirnya aku kabarkan hal itu kepada beliau, beliaupun berkata dengan tenangnya –tanpa ada sedikitpun rasa marah-, “Tidak mengapa, kita coba laporkan ke petugas, siapa tahu bisa yang penting nomer boking tiket masih ada”. Ternyata setelah diuruspun tidak bisa, karena pesawat tidak terkejar, hanya ada jadwal penerbangan menjelang dzuhur. Akhirnya kamipun naik mobil dari Jeddah menuju Madinah.

Ditengah perjalanan –tatkala mobil mengisi bahan bakar- syaikh kembali meminjam uangku seratus real. Beliaupun pergi ke mini market, ternyata beliau membeli coklat dan makanan2 ringan sekantong plastik lalu memberikannya kepadaku dan berkata, “Ini hadiah dariku untuk anak-anakmu, jadi hutangku sekarang 500 real”, subhaanallah beliau meminjam uang dariku untuk membeli hadiah buat anak-anakku. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 sampai 4 jam akhirnya sampailah kami di kota tercinta Madinah. Sesampai di rumah syaikh tidak istirahat terlebih dahulu, ternyata beliau hanya ganti baju lalu menuju Universitas Islam madinah untuk menjalankan tugasnya sebagai dosen.

Demikianlah para pembaca yang budiman, semoga tulisan yang sedikit ini bisa membangkitkan kembali semangat kita yang mungkin mulai pudar dalam beramal dan dalam menuntut ilmu. Dan marilah kita semua mendoakan beliau Syaikh Abdurrozzaq agar Allah menjaga beliau dan menetapkan hati beliau di atas keikhlasan dan sunnah serta terus memberi taufiq kepada beliau. Karena bagaimanapun tidak seorangpun yang merasa aman dari fitnah, dan aku sangatlah yakin bahwa semakin beriman dan bertakwa dan semakin berilmu maka godaan dan cobaan yang dihadapi semakin besar. Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda

أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُونَ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ مِنْ النَّاسِ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي بَلَائِهِ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ خُفِّفَ عَنْهُ

Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi kemudian orang-orang sholeh kemudian yang terbaik dan seterusnya. Seseorang diuji berdasarkan agamanya, jika imannya kokoh maka akan ditambah cobaannya dan jika ternyata imannya lemah dikurangi cobaannya. (HR Ahmad 3/78 no 1481 dengan sanad yang hasan)

Akhirnya aku memohon maaf kepada para pembaca sekalian jika ada perkataan yang kurang berkenan, atau ada cerita yang sebenarnya kurang pantas untuk disampaikan. Dan aku ingatkan kepada para pembaca yang budiman, semua perkataan syaikh dan cerita-cerita yang disampaikan adalah termasuk periwayatan dengan makna dan berupa pendekatan. Bisa jadi ada kekurangan dalam cerita tersebut mengingat hapalan sang penulis sangatlah lemah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku dan juga para pembaca sekalian. Aaamiin yaa Robbal ‘aalamiin.

 

bersambung …

 

lihat juga:

@sumber Firanda.com

Related Post



Post a Comment