Cinta pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dialah….Khadijah binti Khuwailid radhiallahu ‘anhaa…
Bahkan Rasulullah pernah dengan bangganya berkata kepada Aisyah yang cemburu kepada Khadijah,
إِنِّي قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا
“Sungguh Allah telah menganugrahkan kepadaku rasa cinta kepada Khadijah” (HR Muslim no 2435)
Imam An-Nawawi berkata, “Ini adalah isyarat bahwasanya mencintai Khadijah adalah kemuliaan” (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 15/201)
Dialah istri pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selama hidup bersamanya kurang lebih 25 tahun Nabi sama sekali tidak menikahi wanita yang lain.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Tidak ada perselisihan diantara para ulama bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpoligami sejak menikah dengan Khadijah hingga wafatnya Khadijah. Dan ini merupakan dalil akan besarnya kedudukan Khadijah di sisi Nabi dan bertambahnya kemuliaan Khadijah. Karena Nabi mencukupkan dirinya dengan Khadijah sehingga tidak berpoligami….sehingga Rasulullah telah menjaga hati Khadijah dari kecemburuan dan kepayahan yang ditimbulkan oleh para madu” (Fathul Baari 7/137)
Seorang wanita cemburu kepada wanita lain yang telah meninggal ??!!
Aisyah -istri yang paling dicintai oleh Nabi- tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi yang lain sebagaimana kecemburannya kepada Khadijah… Padahal Khadijah telah meninggal dunia…!!! Seorang wanita cemburu kepada wanita yang telah meninggal dunia…???. Semuanya tidak lain melainkan karena begitu cintanya Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam kepada cinta pertamanya Khadijah meskipun telah tiada.
Aisyah radhiallahu ‘anhaa bertutur:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَكَرَ خَدِيجَةَ أَثْنَى عَلَيْهَا فَأَحْسَنَ الثَّنَاءَ قَالَتْ فَغِرْتُ يَوْمًا فَقُلْتُ مَا أَكْثَرَ مَا تَذْكُرُهَا حَمْرَاءَ الشِّدْقِ قَدْ أَبْدَلَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا خَيْرًا مِنْهَا قَالَ مَا أَبْدَلَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِي إِذْ كَفَرَ بِي النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِي إِذْ كَذَّبَنِي النَّاسُ وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ وَرَزَقَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِي أَوْلَادَ النِّسَاءِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menyebut tentang Khadijah maka iapun memujinya, dengan pujian yang sangat indah. Maka pada suatu hari akupun cemburu, maka aku berkata, “Terlalu sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Allah telah menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya”. Maka Nabi berkata, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanitapun yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain” (HR Ahmad no 24864 dan dishahihkan oleh para pentahqiq Musnad Ahmad)
Kenapa Nabi sangat mencintai Khadijah?
Bukanlah perkara yang mengherankan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai Khadijah. Hal ini dikarenakan banyak sebab diantaranya:
Pertama : Khadijah adalah cinta pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Tidak bisa dipungkiri bahwa memang cinta pertama sulit untuk dilupakan. Penyair berkata :
نَقِّلْ فُؤَادَكَ حَيْثُ شِئْتَ مِنَ الْهَوَى فَماَ الْحُبُّ إِلاَّ لِلْحَبِيْبِ الْأَوَّلِ
وَكَمْ مَنْزِلٍ فِي الْأَرْضِ يَأْلَفُهُ الْفَتَى وَحَنِيْنُهُ أبَدًا لِأَوَّلِ مَنْزِلِ
Pindahkanlah hatimu kepada siapa saja yang engkau mau……
Namun kecintaan (sejati) hanyalah untuk kekasih yang pertama
Betapa banyak tempat di bumi yang sudah biasa ditinggali seorang pemuda…..
Namun selamanya kerinduannya selalu kepada tempat yang pertama ia tinggali
Kedua : Khadijahlah yang telah memberikan keturunan kepadanya. Dari Khadijah Allah telah menganugrahkan kepada Nabi 2 orang putra (Abdullah dan Qoosim) dan 4 orang putri (Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kaltsum, dan Fathimah)
Ketiga : Khodijah adalah orang pertama yang beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disaat kebanyakan orang mendustakan beliau.
Ibnu Hajar berkata : “Diantara keistimewaan Khadijah adalah ia adalah wanita pertama umat ini yang beriman, dan dialah yang pertama kali mencontohkan hal ini bagi setiap orang yang beriman setelahnya, maka bagi Khadijah seperti pahala seluruh wanita sesudahnya. Karena dalam hadits “Barangsiapa yang mencontohkan sunnah yang baik maka baginya seperti pahala orang yang menjalankannya…”. Dan keistimewaan yang dimiliki oleh Khadijah ini juga dimiliki oleh Abu Bakar As-Shiddiiq berkaitan dengan pahala kaum pria yang beriman setelah Abu Bakar. Dan tidak ada yang mengetahui besarnya pahala yang diraih oleh Abu Bakar dan Khadijah karena keistimewaan ini kecuali Allah Azza wa Jalla” (Fathul Baari 7/137)
Keempat : Khadijahlah yang telah mengorbankan hartanya demi dakwah suaminya. Dialah yang ikut memikul beban dakwah yang dirasakan dan dipikul oleh sang suami. Tidak seperti sebagian wanita yang justru menghalangi suaminya untuk berdakwah…!!!
Kelima : Khodijah adalah seorang istri yang tatkala sang suami menghadapi kesulitan dan kegelisahan maka iapun bersegera menenangkan hatinya. Tidak sebagaimana sebagian istri yang semakin menambah beban sang suami yang sudah berat memikul beban kehidupan.
Tatkala Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam baru pertama kali menerima wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibril dengan bentuknya yang sangat dahsyat, maka Nabipun ketakutan dan segera turun dari gua Hiroo menuju rumah Khadijah, lantas ia berkata, لَقَدْ خَشِيْتُ عَلَى نَفْسِي “Aku mengkhawatirkan diriku”, maka Khadijah menenteramkan hati suaminya seraya berkata dengan perkataan yang indah yang terabadikan di buku-buku hadits,
كَلاَّ أَبْشِرْ فَوَاللهِ لاَ يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا فَوَاللهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمِ وَتَصْدُقُ الْحَدِيْثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Sekali-kali tidak, bergembiralah !!!. Demi Allah sesungguhnya Allah selamanya tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah sungguh engkau telah menyambung tali silaturahmi, jujur dalam berkata, membantu orang yang tidak bisa mandiri, engkau menolong orang miskin, memuliakan (menjamu) tamu, dan menolong orang-orang yang terkena musibah” (HR Al-Bukhari no 3 dan Muslim no 160)
Demikianlah sikap Khadijah yang mulia untuk menenangkan dan meyakinkan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. (silahkan baca kembali https://www.firanda.com/index.php/artikel/keluarga/119-suami-sejati-bag-2-qkehidupan-rasulullah-bersama-istri-istri-beliauq)
Keenam : Khadijah adalah seorang istri yang sangat taat kepada suaminya. Ia tidak pernah melelahkan suaminya…apalagi sampai membuat suaminya mengangkat suara, apalagi sampai mengangkat suaranya di hadapan suaminya. Serta ia adalah wanita yang sabar meskipun letih dalam mendidik anak-anaknya.
Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu berkata:
أَتَى جِبْرِيْلُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ الله هَذِهِ خَدِيْجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيْهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصب لاَ صَخَبَ فِيْهِ وَلاَ نَصْبَ
“Jibril mendatangi Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Ya Rasulullah, Khadijah telah datang membawa tempayan berisi kuah daging atau makanan atau minuman, maka jika ia tiba sampaikanlah kepadanya salam dari Robnya dan dariku, serta kabarkanlah kepadanya dengan sebuah rumah di surga dari mutiara yang tidak ada suara keras (hiruk pikuk) di dalamnya dan juga tidak ada keletihan” (HR Al-Bukhari no 3820 dan Muslim no 2432)
Ganjaran pahala sesuai dengan perbuatan…, As-Suhaili berkata, “Tatkala Khadijah diseru oleh suaminya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk masuk Islam maka serta merta beliau taat dan tidak menolak sehingga tidak perlu menjadikan suaminya untuk mengangkat suaranya dan tidak perlu keletihan. Bahkan Khadijah telah menghilangkan seluruh keletihan dari suaminya dan telah menghilangkan rasa kesendirian suaminya bahkan meringankan seluruh kesulitan suaminya, maka sangat sesuai jika rumahnya di surga yang telah diberi kabar gembira oleh Allah memiliki sifat-sifat yang sesuai” (Fathul Baari 7/138)
Khadijah dijanjikan sebuah rumah di surga, yaitu istana di surga, karena Khadijah adalah yang pertama kali membangun rumah Islam, tatkala itu tidak ada satu rumah Islampun di atas muka bumi. (Lihat Faidhul Qodiir 2/241)
Sebagian ulama menyatakan bahwa Khadijah diberi balasan dengan istana di surga yang tidak ada rasa letih sama sekali karena beliau telah letih dalam mendidik anak-anak beliau, maka sesuai jika dibalas dengan surga yang penuh dengan istirahat tanpa kelelahan sedikitpun (Kasyful Musykil min hadits as-shahihaini 1/444)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengenang Khadijah
Tiga tahun sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijroh ke Madinah, Khadijah wafat. Dan Nabi sangat bersedih atas wafatnya Khadijah, istri yang sangat dicintainya. Sampai-sampai para ahli sejarah menamakan tahun wafatnya Khadijah dengan tahun kesedihan bagi Nabi.
Setelah wafatnya Khadijah kecintaan Nabi tetap melekat di hati beliau. Beliau masih tetap sering menyebut-nyebut Khadijah…bahkan beliau memberikan hadiah kepada sahabat-sahabat Khadijah radhiallahu ‘anhaa, hingga seakan-akan sepertinya tidak ada wanita di dunia ini kecuali Khadijah. Aisyah bertutur :
مَا غِرْتُ عَلَى أَحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ وَمَا رَأَيْتَهَا وَلَكِنْ كَانَ النبي صلى الله عليه وسلم يُكْثِرُ ذِكْرَهَا وَرُبَّمَا ذَبَحَ الشَّاةَ ثُمَّ يَقْطَعُهَا أَعْضَاءَ ثُمَّ يَبْعَثُهَا فِي صَدَائِقِ خَدِيْجَةَ فَرُبَّمَا قُلْتُ لَهُ كَأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلاَّ خَدِيْجَةُ فَيَقُوْلُ إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ وَكَانَ لِي مِنْهَا وَلَدٌ
“Aku tidak pernah cemburu pada seorangpun dari istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti kecemburuanku pada Khadijah. Aku tidak pernah melihatnya akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyebut namanya. Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih seekor kambing kemudian beliau memotong-motongnya lalu mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah. Terkadang aku berkata kepadanya, “Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita yang lain kecuali Khadijah”, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia itu wanita yang demikian dan demikian dan aku memiliki anak-anak darinya….” (HR Al-Bukhari no 3907)
Kalung Sang Kekasih….
Ibnu Ishaaq rahimahullah berkata dalam sirohnya :
“Abul ‘Aash bin Ar-Robii’ adalah salah seorang dari penduduk kota Mekah yang dikenal dengan perdagangannya, hartanya yang banyak, serta terkenal dengan sifat amanah. Abul ‘Aash adalah keponakan Khadijah (karena Ibu Abul ‘Aash adalah Haalah binti Khuwailid, saudari perempuan Khodijah Binti Khuwailid radhiallahu ‘anhaa).
Khoodijahlah yang telah meminta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikahkan Abul ‘Aaash dengan Zainab putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Nabi tidak menyelisihi permintaan Khodiijah, maka Nabipun menikahkan putrinya Zainab dengan Abul ‘Aaash. Dan pernikahan ini terjadi sebelum turun wahyu (sebelum Nabi diangkat menjadi seorang Nabi). Bahkan Nabi menganggap Abul ‘Aash seperti anak senidiri.
Tatkala Allah memuliakan Nabi dengan wahyu kenabian maka berimanlah Khodijah serta seluruh putri-putrinya termasuk Zainab, akan tetapi Abul ‘Aash (suami Zainab) tetap dalam keadaan musyrik.
Nabi juga telah menikahkan salah seorang putrinya (Ruqooyah atau Ummu Kaltsuum) dengan putra Abu Lahab yaitu ‘Utbah bin Abi Lahab.
Tatkala Nabi mendakwahkan perintah Allah dan menunjukkan permusuhan kepada kaum musyrikin maka mereka berkata, “Kalian telah menyantaikan Muhammad dari kesulitannya, kembalikanlah putri-putrinya agar ia tersibukkan dengan putri-putrinya !!”.
Merekapun mendatangi ‘Utbah putra Abu Lahab lalu berkata, “Ceraikanlah putri Muhammad, maka niscaya kami akan menikahkan engkau dengan wanita Quraisy mana saja yang kau kehendaki !!”. ‘Utbah berkata, “Aku akan menceraikannya dengan syarat kalian menikahkan aku dengan putrinya Sa’iid bin Al-‘Aash”. Maka merekapun menikahkan ‘Utbah dengan putri Sa’iid bin Al-‘Aaash dan Utbahpun menceraikah putri Nabi sebelum berhubungan tubuh dengannya. Dengan perceraian tersebut Allah telah memuliakan putri Nabi dan sebagai kehinaan bagi ‘Utbah. Setelah putri Nabi diceraikan oleh ‘Utbah maka dinikahi oleh ‘Utsmaan bin ‘Afaan radhiallahu ‘anhu.
Para pembesar-pembesar kafir Quraisypun mendatangi Abul ‘Aash lalu mereka berkata, “Ceraikanlah istrimu itu, kami akan menikahkan engkau dengan wanita mana saja yang engkau sukai dari Quraish !!”. Abul ‘Aash berkata, “Demi Allah aku tidak akan menceraikan istriku, dan aku tidak suka istriku diganti dengan wanita Qurasih mana saja” (Perkataan Ibnu Ishaaq ini dinukil oleh Ibnu Hisyaam dalam sirohnya 1/651-652 dan Ibnu Katsiir dalam Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 3/379)
Khadijah radhiallahu ‘anhaa memiliki sebuah kalung yang dipakainya. Tatkala Zainab putrinya menikah dengan keponakan Khadija Abul ‘Aash maka Khadijah menghadiahkan kalung tersebut kepada Zainab untuk dikenakan oleh Zainab tatkala malam pengantin dengan Abul ‘Aaash.
Setelah Nabi diberi wahyu kenabian maka seluruh putri-putri Nabi masuk Islam. Adapun Abul ‘Aash suami Zainab tetap dalam kemusyrikannya.
Ibnu Ishaaq rahimahullah berkata, “Rasulullah tatkala di Mekah tidak bisa menghalalkan dan mengharamkan, beliau tidak berkuasa. Islam telah memisahkan antara Zainab dengan Abul ‘Aash bin Ar-Robii’, hanya saja Rasulullah tidak mampu untuk memisahkan mereka beruda. Maka Zainabpun tinggal bersama Abul ‘Aash yang dalam keadaan musyrik hingga Rasulullah berhijrah ke Madinah.
Tatkala terjadi perang Badar dan diantara pasukan Quraisy adalah Abul ‘Aash bin Ar-Robii’ yang akhirnya menjadi tawanan perang Badar, lalu dibawalah ia di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hisyaam dalam sirohnya 1/252 dan Ibnu Katsiir dalam Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 3/379-380)
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kesempatan kepada penduduk Mekah yang mau membebaskan para tawanan perang Badar untuk membayar tebusan. Diantara mereka ada yang dibayar hingga 4000 dirham (sekitar 400 dinar, dan satu dinar kurang lebih 4 1/4 gram emas) seperti Abu Wadaa’ah, ada yang ditebus dengan 100 uqiyah (sekitar 3 kg emas, karena 1 uuqiyah sekitar 30 gram emas) seperti Al-Abbas bin Abdil Muttholib, dan ada yang hanya 40 uuqiyah seperti Al-‘Aqiil bin Abi Tholib. (Lihat As-Siiroh An-Nabawiyah fi Dhoi Al-Mashoodir Al-Ashliyah hal 359)
Kalung Yang Mengingatkan Nabi Kepada Cinta Pertamanya…
Tatkala Zainab yang berada di Mekah mendengar bahwa suaminya Abul ‘Aaash menjadi tawanan perang di Madinah maka iapun hendak menebus suaminya. Akan tetapi Zainab tidaklah memiliki apa-apa untuk menebus sang suami yang ia cintainya, kecuali hanya sedikit harta dan kalung pemberian ibunya Khadijah sebagai hadiah pernikahannya dengan suaminya.
Aisyah radhiallahu ‘anhaa berkata :
لَمَّا بَعَثَ أَهْلُ مَكَّةَ فِى فِدَاءِ أَسْرَاهُمْ بَعَثَتْ زَيْنَبُ فِى فِدَاءِ أَبِى الْعَاصِ بِمَالٍ وَبَعَثَتْ فِيهِ بِقِلاَدَةٍ لَهَا كَانَتْ عِنْدَ خَدِيجَةَ أَدْخَلَتْهَا بِهَا عَلَى أَبِى الْعَاصِ. قَالَتْ فَلَمَّا رَآهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَقَّ لَهَا رِقَّةً شَدِيدَةً وَقَالَ « إِنْ رَأَيْتُمْ أَنْ تُطْلِقُوا لَهَا أَسِيرَهَا وَتَرُدُّوا عَلَيْهَا الَّذِى لَهَا ». فَقَالُوا نَعَمْ. وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَخَذَ عَلَيْهِ أَوْ وَعَدَهُ أَنْ يُخَلِّىَ سَبِيلَ زَيْنَبَ إِلَيْهِ وَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ وَرَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ « كُونَا بِبَطْنِ يَأْجِجَ حَتَّى تَمُرَّ بِكُمَا زَيْنَبُ فَتَصْحَبَاهَا حَتَّى تَأْتِيَا بِهَا ».
“Tatkala penduduk Mekah mengirim harta untuk menebus para tawanan mereka, maka Zainabpun mengirim sejumlah harta untuk menebus suaminya Abul ‘Aash, dan Zainab mengirim bersama harta tersebut sebuah kalung yang dahulunya milik Khadijah, lalu Khadijah memberikan kalung tersebut kepada Zainab tatkala Zainab menikah dengan Abul ‘Aash.
Maka tatkala kalung tersebut dilihat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Rasulullahpun sangat sedih kepada Zainab. Beliaupun berkata (kepada para sahabatnya), “Jika menurut kalian bisa untuk membebaskan tawanan Zainab dan kalian kembalikan lagi kalungnya ??”. Maka para sahabat berkata, “Iya Rasulullah”. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam mengambil janji dari Abul ‘Aaash agar membiarkan Zainab ke Madinah. Lalu Rasulullah mengirim Zaid bin Haaritsah dan seseorang dari Anshoor (untuk menjemput Zainab), dan beliau berkata kepada mereka berdua, “Hendaknya kalian berdua menunggu di lembah Ya’jij hingga Zainab melewati kalian berdua, lalu kalian berdua menemaninya hingga kalian membawanya di Madinah” (HR Abu Dawud no 2694 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kalung tersebut maka Nabipun sangat sedih karena mengingat kondisi putrinya Zainab yang bersendirian di Mekah, dan juga sangat sedih karena mengingat kembali cinta pertamanya Khadijah radhiallahu ‘anhaa dan bagaimana kesetiaan istrinya Khadijah, karena kalung tersebut dahulunya adalah milik Khadijah dan dipakai oleh Khadijah di lehernya radhiallahu ‘anhaa’ (Lihat ‘Auunul Ma’buud 7/254). Kalung tersebut mengingatkan beliau kepada Khadijah yang sangat dicintainya yang merupakan ibu dari anak-anaknya. (Lihat Al-Fath Ar-Robbaaniy 14/100-101). Hal inilah yang menjadikan Nabi membebaskan Abul ‘Aash suami putrinya Zainab dan sekaligus keponakan Istrinya Khodijah tanpa tebusan sama sekali.
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 03-03-1433 H / 25 Januari 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
Post a Comment