MEMALSUKAN SERTIFIKAT UNTUK MENDAPAT PEKERJAAN
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Jika seorang menyukai suatu tugas dan ia pun mampu melaksanakannya dan berhasil dalam seleksi, hanya saja ia tidak memiliki sertifikat yang membolehkannya masuk, bolehkah ia memalsukan sertifikat untuk bisa mengikuti seleksi, dan jika berhasil, apa boleh ia menerima gaji?
Jawaban
Menurut saya, berdasarkan syari’at yang suci dan tujuan-tujuannya yang luhur, perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan, karena dengan begitu berarti mendapat pekerjaan dengan kebohongan dan kepalsuan, dan itu termasuk larangan dan kemungkaran serta pembuka pintu keburukan dan jalan kepalsuan. Tidak diragukan lagi, bahwa seharusnya orang yang bertugas merekrut pegawai itu berusaha semampunya untuk mengutamakan para calon yang mempunyai keahlian dan jujur.
[Majalah Al-Buhuts, edisi 37, hal. 168-169, Syaikh Ibnu Baz]
BEKERJA DI DUA TEMPAT
Oleh
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta
Pertanyaan
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Saya bekerja di perusahaan umum dengan digaji, dan itu saya lakukan pada waktu yang tidak bertabrakan dengan waktu kerja resmi saya sebagai pegawai pemerintah. Perusahaan tersebut tidak mengetahui bahwa saya mempunyai gaji dari lembaga lain. Apakah bekerjanya saya di perusahaan tersebut di samping tugas pokok saya hukumnya halal atau haram?
Jawaban
Anda tidak boleh bekerja di suatu perusahaan di luar tugas resmi anda kecuali dengan izin dari instansi yang berwenang terhadap tugas resmi anda, karena bekerjanya anda di perusahaan yang anda sebutkan itu, bisa mempengaruhi keinerja tugas anda, sebagaimana kenyataannya, banyak karyawan yang bersemangat dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan perusahaan sampingan, tapi tidak bergairah dalam melaksanakan tugas-tugas resmi mereka. Hanya Allah-lah sumber keberhasilan.
[Fatawa Lil Muwazhzhafin Wal Ummat, hal. 54]
BOLEH BEKERJA DENGAN SISTEM PROSENTASE (BAGI HASIL)
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Di antara para majikan dan para pekerja ada yang bersepakat menyerahkan 20% atau kurang, atau bahkan lebih (dari upah). Apakah ini dibolehkan? Sementara majikan menyediakan tempat dan keperluan lainnya untuk para pekerja tersebut. Apa saran anda untuk orang yang semacam ini dan yang serupa itu?
Jawaban
Tidak apa-apa seorang majikan bersepakat dengan para pekerjanya atau sebagian pekerjanya untuk mengerjakan pekerjaan lain dengan prosentase seperti itu jika ia memandang bahwa bekerjanya mereka dengan sistem prosentase lebih efektif daripada bekerja dengan sistem gaji bulanan atau harian, karena banyak pekerja yang bekerja dengan sistem gaji bulanan bermalas-malas dan menunda-nunda pekerjaan sehingga menyebabkan waktu yang lebih lama terhadap kontraktor dan sebagainya. Berbeda halnya bila mereka bekerja dengan sistem bagi hasil, separuhnya atau seperlimanya dan sebagainya, mereka akan semangat dalam bekerja dan menyelesaikan dengan cepat agar bisa mengerjakan pekerjaan lainnya. Ini pun dengan syarat dicarikan pekerjaan atau bila mereka mendapat pekerjaan, bersepakat dengan pemilik proyek bahwa mereka yang mengerjakan sementara sang majikan sebagai pengawas mereka. Di samping itu majikan menyediakan tempat tinggal bagi mereka, sarana transportasi dan hal-hal lainnya. Wallahu ‘alam
[Syaikh Ibnu Jibrin, Ad-Durr Ats-Tsamin fi fatawa Al-khulafa wal Amilin, hal.48]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini Lc, Penerbit Darul Haq]
@Sumber : Almanhaj.or.id
Post a Comment